MAKALAH ILMU KALAM
AHLUSSUNNAH WALJAMAAH
D
I
S
U
S
U
N
Oleh :
ARCUN OKTARA AGBI ( 0950364 )
DIYARIKMA TAFDILA (1287474)
FERLY MIFTAHUL ANWAR (
KOMALA SARI(1289374)
RAHMAD PRIADI ( 1288934 )
RANI NURHAYATI ( 1288954 )
Dosen Pembimbing :
PRODI EKONOMI ISLAM
KELAS E
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
( STAIN ) JURAI SIWO METRO
Jl. Ki Hajar Dewantara 15 A Kota Metro telp. ( 0725 ) 41507
T.A 2012/2013
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN AHLUSSUNNAH
WALJAMAAH
1. pengertian ahlussunah waljama’ah
secara bahasa
a)
Ahlun : keluarga, golongan atau pengikut.
b)
Ahlussunnah : orang – orang yang mengikuti sunnah
(perkataan, pemikiran atau amal perbuatan Nabi Muhammad SAW.)
c)
Wal Jama’ah : Mayoritas ulama dan jama’ah umat Islam
pengukut sunnah Rasul.
2. Definisi ahli sunnah dan jama’ah
Ahlussunah waljamaah berasal dari
bahasa arab AHLUSSUNNAH WALJAMAAH,atau lebih sering disingkat
dengan AHLUSSUNAH.Adapun secara terminology,Ahlussunnah Waljamaah
berarti ajaran islam yang murni sebagai mana yang diajarkan dan diamalkan oleh
Rasulullah SAW, bersama para sahabatnya. Pengertian ini mengacu pada hadits
nabi yang terkenal: ”Hal mana nabi memprekdisikan bahwa suatu saat kelak
ummat islam akan terpecah dalam 73 golongan, semua celaka kecuali satu firqah, yaitu mereka berpegang teguh pada
pegangan beliau dan pegangan para sahabat-sahabatnya. ”Dalam hadits lain yang senada, golongan yang selamat ini di sebut
sebagai Ahlussunnah Waljamaah.
B. SEJARAH BERDIRINYA AHLUSSUNNAH WALJAMAAH
Term ahli sunah dan
jama’ah ini kelihatannya timbul sebagai reaksi terhadap faham – faham golongan
mu’tazilah yang tekah di jelaskan sebelumnya dan terhadap sikap mereka dalam
menyiarkan ajaran – ajaran itu. Mulai dari hasil usaha – usaha telah di jalan
kan dalam menentang seranga serangan musuh – musuh islam. Menurut ibnu al –
murtada, wasil mengirim murid – muridnya ke khurasan, armenia, yaman, marokko,
dll.
Mulai dari tahun
100 H atau 718M, kaum mu’tazilah dengan perlahan – lahan memperoleh pengaruh
dalam masyarakat islam. Pengaruh itu mencapai puncaknya di zaman khalifah –
khalifah Bani’Abbas al – ma’mun, al – Mu’tasim
dan al – Wasiq ( 813M-847M), apalagi setelah al- ma’mun di tahun 827M mengakui
aliran mu’tazilah sebagai mazhab resmi yang di anut negara.
Bertentangan dengan
faham qadariah yang di anut kaum mu’tazilah dan yang menganjurkan kemerdekaan
dan kebebasan manusia dalam berfikir, kemauan dan perbuatan, pemuka – pemuka
Mu’tazilah memakai kekerasan dalam usaha menyiarkan ajaran – ajaran mereka. Ajaran
yang di tonjolkan ialah faham bahwa al – Qur’an tidak bersifat Qadim, tetapi baharu dan di ciptakan.
Faham adanya yang Qadim di samping tuhan bagi kaum Mu’tazilah seperti di
jelaskan sebelumnya, berarti menduakan tuhan. Menduakan tuhan ialah syirk dan syirk adalah dosa yang terbesar dan tak dapar di ampuni Tuhan.
Bagi al – Ma’mun
orang yang mempunyai faham syirk tak
dapat dipakai untuk menempati posisi penting dalam pemerintahan. Oleh karen itu
ia mengirim intrukso kepada para gubernurnya untuk mengadakan ujian terhadap
pemuka – pemuka dalam perintah dan kemufian juga terhadap pemuka – pemuka yang
bespengaryh dalam masyarakat. Dengan demikianlah timbullah dalam sejarah islam
apa yang disebut mihnah atau inquisition.
Kemudian ujian
serupa itu dihadapkan pula kepada pemuka – pemuka tertentu dari masyarakat,
karena yang memimpin rakyat haruslah orang – orang yang betul betul menganut
faham tawhid. Ahli fikih dan ahli
hadis di waktu itu mempunyai pengaruh
besar danlam masyarakat. Kalau golongan ini mengakui diciptakan nya al-Qur’an
tentu banyak dari rakyat mengikuti ajaran Mu’tazilah. Kaum Mu’tazilah dalam
sejarah merupakan golongan minoritas.
Selanjutnya kaum
Mu’tazilah tidak begitu banyak berpegangan pada sunnah atau tradisi, bukan
karena mereka tidak percaya pada tradisi nabi dan para sahabat, tetapi karena
mereka ragu akan keoriginalan hadis – hadis yang mengandung sunnah atau tradisi
itu. Oleh karena itu mereka dapat di pandang sebagai golongan uang tidak
berpegang teguh pada sunnah.
Mungkin inilah yang
menimbulkan term ahli sunnah dan jamaah, yaitu golongan yang berpegang pada
sunnah lagi merupakan mayoritas, sebagai lawan bagi golongan Mu’tazilah yang
bersifat minoritas dan tak kuat brpegangan pada sunnah.
Mungkin inilah yang
menimbulkan term ini berarti hadis. Sebagai yang diterangkan Ahmad Amin, ahli
sunnah dan jama’ah, berlainan dengan kaum Mu’tazilah percaya pada dan menerima
hadis hadis sahih tanpa memilih dan
tanpa interprestasi. Dan jama’ah berarti mayoritas sesuai tafsir yang di
berikan sadr al – syari’ah al – Mshbubi yaitu ‘ammah al – muslimin ( umumnya umat islam ) dan al – jama’ah al – kasir wa al – sawad al –
a’zam (jumlah besar dan khalayak ramai )
Term ini
kelihatannya banyak di pakai sesudah timbulnya aliran – aliran al – Asy’ari dan
al – Maturidi, dua aliran yang menetang ajaran – ajran Mu’tazilah. Dalam
hubungan ini tasy kubra zadah menerangkan : “..... dan aliran ahli sunnah dan
jama’ah ,umcul ( zhara ) atas
keberanian dan usaha Abu al – hasan al – asy’ari di sekitar tahun 300 H, karena
ia lahir di tahun 260H, dan menjadi pengikut Mu’tazilah selama 40 th” .
Dengan kata lain al
Asy’ari ke luar dari golongan Mu’tazilah sekitar 300H dan selanjutnya membentuk
aliran teologi yang dikenal dengan nama nya sendiri. Tetapi lama sebelum
lahirnya aliran Asy’ari kata – kata sunnah dan jama’ah telah di jumpai di dalam
tulisan tulisan arab.
Bagaimana pun yang
di maksud dengan ahli sunnah dan jam’ah di dalam lapangan teologi islam adalah
kaum Asy’riah dan kaum maturidi. Abu al hasan ‘Ali ibn Ismail al – Asy’ari
lahir di basrah di tahun 873M dan wafat di bagdad pada tahun 935M.
Tetapi oleh sebab –
sebab yang tidak begitu jelas, al – Asy’ari, sungguhpun telah puluhan tahun
menganut faham Mu’tazilah, akhirnya meninggalkan ajaran Mu’tazilah. Sebab yang
biasa di sebut, yang berasal dari subhki dan ibni ‘Asakir, ialah bahwa pada
suatu malam al – Asyi bermimpi; dalam mimpi itu Nabi Muhammad s.a.w, mengatakan
kepadanya bahwa mazhab ahli hadislah yang benar, dan mazhab mu’tazilah salah.
Sebab lain bahwa al – Asy’ari berdebat dengan gurunya al – jubba’i dan dalam
perdebatan itu guru tak dapat menjawab tantangan murid.
Menurut hammudah
Ghurabah ajaran – ajaran seperti yang di peroleh al – Asy’ari dari al junbba’i,
menimbulkan persoalan – persoalan yang tak mendapat penyeslesaian yang
memuaskan. Dari kalangan kaum Orientalis, mac Donald berpendapat bahwa darah
arab padang passir yang mengalir dalam tubuh al – Asy’ari yang mungkin
membawanya kepada perobahan mazhab itu. Arab padang pasir bersifat tradisionil
dan fatalistis sedang kaum Mu’tazilah bersifat rasionil dan percaya pada
kebebasan dalam kemauan dan perbuatan. Spitta menganggap bahwa al – Asy’ari
setelah mempelajari hadis melihat perbedaan yang terdapat anatara ajaran –
ajaran Mu’tazilah dan “ spirit islam ”.yang dimaksud dengan spitta dengan
“spirit islam” ialah islam sebagai di gambarkan dalam hadis.
C. TOKOH-TOKOH AHLUSSUNNAH WALJAMAAH
Tokoh pendiri
mahzab dalam aliran Ahlus Sunnah Wal Jamaah,
1.
Abu al hasan al Asy’ari
Abu al hasan al Asy’ari sebelumnya
adalah penganut paham mu’tazilah yang setia,ia sering menggantikan ajjubai
dalam perdebatan menentang lawan mu’tazilah dan banyak yang menulis buku yang
membela alirannya, namun pada usia 40 tahun secara tiba-tiba ia mengumumkan di
hadapan jemaah masjid Basrah bahwa
dirinya telah meninggalkan paham mu’tazilah dan akan menunjukan
keburukan-keburukannya.
Doktrin Teologi AL-ASY’ARI
1.
Tuhan
dan sifat-sifatnya.
Allah
mempunyai sifat yang disebutkan dalam al-Quran dan sunah yang harus dipahami secara harfiah. Asy’ari berpendapat
bahwa sifat ALLAH itu unik dan dan tidak dapat disamakan dengan makhluk
ciptaanya yang laen.
2.
Kebebasan
dalam berkehendak
Manusia
mempunyai kemapuan untuk memilih dan menentukan serta mengaktualisasi
perbuatannya. Allah adalah pencipta perbuatan manusia sedangkan manusia adalah
yang mengupayakan Hanya allah yang mampu
menciptakan segala sesuatu(termasuk keinginan manusia)
3.
Akal
dan Wahyu dari kriteria baik dan buruk
al
Asy’ari lebih mengutamakan wahyu, beliu beranggpan bahwa baik buruk harus
didasarkan oleh wahyu sedangkan Mu’tazilah berdasarkan pada akal.
4.
Melihat
ALLAH
al
Asy’ari yakin bahwa allah dapat dilihat pada hari akhirat tetapi tidak
digambarkan.
5.
Keadilan
al
Asy’ari berpendapat bahwa allah tidak memiliki keharusan apaun untuk menghukum
orang yang salah dan memberi pahala kepada orang yang benar. Allah adalah
penguasa mutlak.
6.
Kedudukan
orang berdosa
al
Asy’ari berpendapat muslim yang berbuat dosa besar adalah mukmin yang
fasik sebab iman tidak mungkin hilang
karena dosa selain kufur.
2.
Abu Mansur al Maturidi.
Karir pendidikannya Al-Maturidi lebih dikosentrasikan
untuk menekuni bidang teologi dari pada fikih. Ini diakukan untuk memperkuat
pengatahuan dalam menghadapi faham-faham teologi yang banyak berkembang pada
masyarakat islam, yang dipandangnya tidak sesuai dengan kaidah yang benar
menurut akal dan cara. Pemikiranya banyak ituangkan dalam bentuk karya tulis
diantaranya ialah kitab tauhid, ta’wil Al Quran, makhas Asy-syara’i dan
Al-dajl, DLL. Selain itu ada pula
karangan-karangan yang ditlis oleh Al-Maturidi, yaitu risalah fi Al-akaid dan
syarhfiqh al-akbar.
Doktrin-doktrin
teologi Al-Maturidi
1.Akal dan wahyu
Dalam
pemikiran teologinya, Al-Maturidi mendasarkan pada Al Quran akal. Dalam hal
ini, ia sama dengan Al-Asy’ari. Namun porsi yang diberikannya kepada akal leih
besar daripada yang diberikan oleh Al-Asy’ari.
2.
Perbuatan manusia
Menurut
Al-Maturudi perbuatan manusia adalah ciptaan than karena segala sesuatu dalam
wujud ini adalah ciptaanya. Dalam hal ini, Al-Maturidi mempertemukan antara
ikhtiar sebagai perbuatan manusia dan qudrat Tuhan sebagai pencipta perbuatan
manusia. Dengan demikian tidak ada pertentengan antara qudrat Tuhan yang
menciptakan perbuatan manusia dan ikhtiar yang ada pada manusia. Berbeda dengan
Al-Maturidi, Al-Asy’ari mengatakan bahwa perbuatan manusia adalah perbuatan
Tuhan.
3.
Kekuatan dan kehendak mutlak Tuhan
Perbuatan
manusia dan segala sesuatu dalam wujud ini, yang baik atau yang buruk adalah
ciptaan Tuhan. Akan tatapi, pernyataan ini menurut Al-Matridi bukan berarti
bahwa Tuhan berbuat dan berkehendak dengan sewenang-wenang serta sekehendaknya
semata. Hal ini karena qudrat Tuhan tidak sewena (absolute), tetapi perbuatan
dan kehendaknya itu berlangsung dan sesuai dengan hikmah dan keadilan yang
sudah ditetapkannya sendiri.
4.
Sifat Tuhan
Berkaitan
dengan masalah sifat Tuhan, terdapat persamaan antrara pemikiran Al-Maturidi
dengan Al-Asy’ari. Keduanya berpendapat bahwa Tuhan mempunyai sifat-sifat,
seperti Sama, Bashar, dsb.
Walapun
begitu, pengertian Al-Maturidi tentang sifat Tuhan berbeda dengan Al-Asy’ari.
Al-Asy’ari mengartikan sifat Tuhan sebagai sesuatu yang bukan dzat. Melainkan
melekat pada dzat itu sendiri sedangkan Al-Maturidi berpendapat bahwa sifat itu
tidak dikatakan sebagai esensinya. Dan bukan pula lain dari esensinya.
5.
Melihat Tuhan
Al-Maturidi
mengatakan bahwa manusia dapat melihat Tuhan.
Al-Maturidi lebih lanjut
mengatakan bahwa Tuhan kelak di akhirat dapat dilihat dengan mata, karena Tuhan
mempunyai wujud walaupun ia immaterial. Namun melihat Tuhan, kelak diakhirat
tidak dalam bentuknya (bila kaifa), karena keadaan di akhirat tidak sama dengan
keadaan di dunia.
6.
Kalam Tuhan
Membedakan
antara kalam (baca : sabda) yang
tersusun dengan huruf kalam nafsi (sabda
yang sebenernya atau makna abstrak). Kalam
nafsi adalah sifat qadim bagi Allah, sedangkan kalam yang tersusun dari
huruf dan suara adalah baharu (hadis).
Kalam nafsi tidak dapat kita ketahui
hakikatnya dan sebagaimana Allah dengannya (bila
kaifa) tidak dapat kita ketahui, kecuali dengan suatu perantara.
7.
Perbuatan manusia
Menurut
Al-Maturidi, tidak ada sesuatu yang terdapat dalam wujud ini, kecuali semuanya
atas kehendak Tuhan, dan tidak ada yang memaksa atau membatasi kehendak Tuhan,
kecuali karena ada hikmah dan keadilan yang ditentukan oleh kehendak-Nya
sendiri.
8.
Pelaku Dosa Besar
Al-Maturidi
berpendapat bahwa orang yang berdosa besar tidak kafir dan tidak kekal di dalam
neraka walaupun ia mati sebelum berobat. Hal ini karena Tuhan telah menjanjikan
akan memberikan balasan kepada manusia sesuai dengan perbuatannya. Kekal di
dalam neraka adalah balasan untk orang yang berbuat dosa syirik.
C.
SEJARAH PERTUMBUHNYA AHLUSSUNNAH WALJAMAAH
Nahdlatul ‘Ulama adalah sebuah
organisasi yang didirikan oleh para ulama dengan tujuan memelihara tetap
tegaknya ajaran Islam Ahlussunah wal Jama’ah di Indonesia. Dengan demikian
antara NU dan Aswaja ( ahlussunah waljama’ah) mempunyai hubungan yang tidak
dapat dipisahkan, NU sebagai organisasi / Jam‘iyyah merupakan alat untuk
menegakkan Aswaja dan Aswaja merupakan aqidah pokok Nahdlatul ‘Ulama.
Sejak berdirinya tahun 1926, NU
telah memproklamirkan dirinya sebagai penganut setia paham ahlussunah
waljama’ah (aswaja) dengan mempertahankan, melestarikan dan mengembangkannya
dalam kehidupan sehari-hari. Karenanya secara eksplisit, tujuan NU adalah mengembangkan
ajaran-ajaran Islam Ahlussunnah wa al-Jama’ah dan melindunginya dari
penyimpangan kaum pembaharu dan modernis. Pernyataan ini terlihat dari Anggaran
Dasar NU sebagai berikut : Memegang dengan teguh pada salah satu dari mazhabnja
Imam Empat, yaitu Imam Moehammad bin Idris Asj Sjafi’i, Imam Malik bin Anas,
Imam Aboe Hanifah an Noe’man atau Imam Ahmad bin Hambal, dan mengerjakan apa
saja jang menjadikan kemaslahatan agama Islam.”
D.
ACUAN ALIRAN
ASWAJA
Dilihat dari proses pembentukan Aswaja, dapat disimpulkan
bahwa aliran tersebut mengarah pada: (1) Al
Quranul Karim (2) Sunnah (perkataan, perbuatan dan taqrir) Nabi Muhammad SAW. Segala
sesuatu yang ada pada diri dan tindakan Nabi digunakan sebagai acuan dalam aliran Aswaja. Mereka masih berpegang
teguh sunnah (syariat) nabi Muhammad SAW dan apa-apa yang telah diteruskan oleh
jamaah (para shahabat nabi SAW).
Metode berfikir yang dikembangkan oleh
Ahlussunnah Waljamah adalah prinsip syura (musyawarah) al-adi(keadilan,
al-hurriyah(kebebasan) ,al-musawah(kesetaraan derajat).
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Munculnya kelompok-kelompok dalam
agama Islam sudah lama diprediksi oleh Nabi Muhammad S.A.W. Beliau mengatakan
bahwa umatnya akan terpecah menjadi 73 golongan,dan hanya
ada 1 golongan saja yang kelak akan selamat. Dan salah satu kelompok itu adalah
Ahlussunnah Wal Jama’ah. Kelompok ini lebih mengcu pada menjalani sesuatu seperti yang dijalani oleh Nabi dan sahabat-sahabatnya.
Jadi golongan Ahlus Sunnah Waljamaah adalah golongan yang mengikuti
sunnah-sunnah nabi dan jamaatus shohabah. Hal ini sesuai dengan hadist
RasulullahSAW : bahwa golongan yang selamat dan akan masuk surga (al-Firqah an
Najiyah)adalah golongan yang mengikuti apa-apa yang aku (Rasulullah SAW)
kerjakan bersamasahabat-sahabatku.Dengan demikian akidah Ahlus Sunnah Waljamaah
adalah akidah Islamiyah yang dibawa oleh Rasulullah. Mengacu pada kebiasaan dan
perilaku nabi Muhammad. Antara islam dan Ahlu sunnah wal jamaah sudah melebur
menjadi satu kesatuan yang utuh dan tidak dapat dipisahkan antara satu dengan
yang lain.
0 comments:
Post a Comment
Silahkan berikan komentar atas tulisan yang sudah anda baca.
Semoga memberikan manfaat dan mendapat ilmu dari tulisan yang telah anda baca. Dan semoga memberikan inspirasi tenhadap semua. Aamiin
Terimakasih telah mengunjungi blog saya
Salam sahabat dari saya :)
dwi lestari