BAB 1
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Para pelajar maupun mahasiswa
telah mengenal dan mempelajari tentang sejarah umum, tetapi jarang sekali
diantara mereka yang mempelajari sejarah akhlak. Di zaman modern ini,
orang-orang hanya mementingkan kehidupan duniawi saja. Dan tanpa dilandasi iman
mereka bertingkah laku, sehingga mereka tidak memikirkan mana perbuatan yang
islami atau tidak, dengan demikian kehidupan zaman sekarang bisa dikatakan
jahiliyah modern. Oleh karena itu kami mengangkat judul Sejarah dan Perkembangan
Ilmu Akhlak.
B. MASALAH
1.
apa
yang dimaksud dengan ilmu akhlak?
2.
Apa
yang dimaksud dengan sejarah
perkembangan ilmu akhlak
3.
Bagaimana perkembangan akhlak dalam berbagai ajaran
agama
C. TUJUAN
1.
Mengetahui
pengerrtian imlu akhlak
2. Mengetahui sejarah perkembangan
ilmu akhlak
3.
Mengetahui
perkembangan akhlak dalam berbagai ajaran agama
PEMBAHASAN
1.
Pengertian
Ilmu akhlak
Secara
etimologis akhlak adalah bentuk jamak dari khuluq yang berarti budi pekerti,
perangai, tingkah laku atau tabiat. Dari pengertian etimologis seperti ini,
akhlak bukan saja merupakan tata aturan atau norma perilaku yang mengatur
hubungan antar sesama manusia, tetapi juga norma yang mengatur hubungan antar
manusia dengan Tuhan dan bahkan dengan alam semesta Sedangkan, Ilmu Akhlak
adalah ilmu yang menentukan batas baik dan buruk, terpuji dan tercela, tentang
perkataan atau perbuatan manusia lahir dan batin. Jadi ilmu akhlak adalah ilmu
yang mempersoalkan baik buruknya amal
Akhlak
dalam arti bahasa, sebenarnya sudah dikenal manusia di atas permukaan bumi ini
yaitu apa yang disebut dengan istilah adat-istiadat (tradisi) yang dihormati,
baik dalam kehidupan pribadi, keluarga dan masyarakat. Dalam keadaan
terputusnya wahyu (zaman fatrah) maka tradisi itulah yang dijadikan tolak ukur
dan alat penimbangan norma pergaulan kehidupan manusia, terlepas dari segi
apakah itu baik atau buruk menurut setelah datang wahyu.
Kalau kita memperhatikan bangsa
arab di zaman jahiliyah, misalnya: mereka sudah memiliki perangai halus dan
rela dalam kehidupan baik dan kemuliaan cukup. Tetapi juga pemarah luar
biasa, perampok, perampas, karena kejahatan mengancam diri atau kabilahnya. Hal
ini Nampak dalam puisi-puisi mereka sebagai bangsa yang buta huruf, tetapi daya
ingatan dan hafalan mereka sangat kuat. Misalnya: Zuhair ibnu abi Salam
mengatakan: “Barang siapa menepati janji tidak kan tercela dan barang siapa
membawa hatinya menuju kebaikan yang menentramkan, tidak akan ragu-ragu”.
Bangsa
Arab sebelum Islam telah memiliki dalam kadar yang minimal pemikiran dalam
bidang akhlak. Pengetahuan tentang berbagai macam keutamaan dan mengerjakannya,
walaupun nilai yang tercetus lewat syair-syairnya belum sebanding dengan
kata-kata hikmah yang diucapkan oleh filosof-filosof zaman kuno. Sewaktu islam
datang yang dibawa oleh Muhammad SAW, maka Islam tidak menolak setiap kebiasaan
yang terpuji yang terdapat pada bangsa Arab, Islam datang kepada mereka membawa
akhlak yang mulia yang menjadi dasar kebaikan hidup seseorang, keluarga, handai
tolan, umat manusia serta alam seluruhnya. Setelah Al-qur’an turun maka
lingkaran bangsa Arab dalam segi akhlak dari segi sempit menjadi luas dan
berkembang, jelas arah dan sasarannya.
2.
Sejarah
Perrkembangan Ilmu Akhlak
1) Sejarah Akhlak pada Fase Yunani
Perkembangan ilmu akhlak pada bangsa
Yunani baru terjadi setelah munculnya apa yang disebut Sophisticians, yaitu
orang-orang yang bijaksana (500-450 SM). Sedangkan sebelum itu di kalangan
bangsa Yunani tidak dijumpai pembicaraan mengenai akhlak, karena pada masa itu
perhatian mereka tercurah pada penyelidikannya mengenai alam.
Dasar
yang digunakan para pemikir Yunani dalam membangun Ilmu akhlak adalah pemikiran
filsafat tentang manusia. Ini menunjukkan bahwa ilmu akhlak yang mereka bangun
lebih bersifat filosofis, yaitu filsafat yang bertumpu pada kajian secara
mendalam terhadap potensi kejiwaan yang terdapat dalam diri manusia atau
bersifat antropo-sentris, dan mengesankan bahwa masalah akhlak adalah sesuatu
yang fitri, yang akan ada dengan adanya manusia sendiri, dan hasil yang didapatnya
adalah ilmu akhlak yang berdasar pada logika murni.
Pandangan dan pemikiran filsafat yang
dikemukakan para filosof Yunani itu secara redaksional berbeda-beda, tetapi
substansi dan tujuannya sama, yaitu menyiapkan angkatan muda bangsa Yunani,
agar menjadi nasionalis yang baik, merdeka, dan mengetahui kewajiban mereka
terhadap tanah airnya
Ada beberapa ahli-ahli
fikir Yunani yang menyingkapkan pengetahuan akhlak, di antaranya:
a.
Socrates
(469 - 399 SM).
Socrates dipandang sebagai perintis
ilmu akhlak, karena ia yang pertama kali berusaha sungguh-sungguh membentuk
pola hubungan antar manusia dengan dasar ilmu pengetahuan. Sehingga ia
berpendapat bahwa keutamaan itu adalah ilmu. Namun demikian, para peneliti
terhadap pemikiran Socrates ada yang mengatakan bahwa Socrates tidak
menunjukkan dengan jelas tujuan akhir dari akhlak dan tidak memberikan
patokan-patokan untuk mengukur segala perbuatan dan menghukumkannya baik atau
buruk. Akibatnya, maka timbullah beberapa golongan yang mengemukakan berbagai
teori tentang akhlak yang dihubungkan pada Socrates.
Golongan terpenting yang lahir
setelah Socrates adalah Cynics dan Cyrenics. Keduanya dari pengikut Socrates.
Golongan Cynics di bangun oleh Antistenes (414 - 370 SM). Menurut golongan ini
bahwa ketuhanan itu bersih dari segala kebutuhan, dan sebaik-baik manusia
adalah orang yang berperangai dengan akhlak ke Tuhanan. Maka ia mengurangi
kebutuhannya sedapat mungkin rela dengan sedikit, suka menanggung penderitaan dan
mengabaikannya. Di antara pemimpin paham golongan Cynics yang terkenal adalah
Diagenes yang meninggal pada tahun 323 SM. Dia memberi pelajaran pada
kawan-kawan supaya membuang beban yang ditentukan oleh ciptaan manusia dan
peranannya. Dia memakai pakaian yang kasar makan-makanan yang buruk dan tidur
di atas tanah. Adapun golongan “Cyrenics” di bangun oleh Aristippus yang lahir
di Cyrena (kota Barka di utara Afrika). Golongan ini berpendapat bahwa
mencari kelezatan dan menjauhi kepedihan adalah merupakan satu-satunya tujuan
hidup yang benar dan perbuatan itu dinamai utama bila timbul kelezatan yang
lebih besar dari kepedihan.
Kedua golongan tersebut, sama-sama
bicara tentang perbuatan yang baik, utama dan mulia. Golongan pertama, Cynics
bersikap memusat pada Tuhan (teo-sentris) dengan cara manusia berupaya
mengindentifikasi sifat Tuhan dan mengaplikasikannya dalam kehidupan
sehari-hari. sedangkan golongan kedua, Cyrenics bersikap memusat pada manusia
(antro-pocentris) dengan cara manusia mengoptimalkan perjuangan dirinya dan
memenuhi kelezatan hidupnya.
b. Plato (427 – 347 SM).
Seorang
filsafat Athena dan murid dari Socrates, bukunya yang terkenal adalah “Republic”.
Ia membangun ilmu akhlak melalui akademi yang ia dirikan. Pandangannya dalam
akhlak berdasar dari “teori contoh” bahwa di balik alam ini ada alam
rohani sebagai alam yang sesungguhnya. Dan di alam rohani ini ada kekuatan yang
bermacam-macam, dan kekuatan itu timbul dari pertimbangan tunduknya kekuatan
pada hokum akal.
Dia berpendapat bahwa
pokok-pokok keutamaan ada empat antara lain:
a)
Hikmah/kebijaksanaan,
b)
Keberanian
c)
Keperwiraan
d)
Keadilan.
Keempat-empatnya itu adalah tiang penegak bangsa-bangsa
dan perseorangan. Di dalam beberapa bangsa kita
mengathui bhawa kebijaksanaan itu utama bagi para hakim, keberanian itu utama
bagi para tentara, perwira itu utama bagi rakyat dan adil itu utama bagi semua.
Pokok-pokok keutamaan itu membatasu bagi tiap-tiap manusia akan perbuatannya,
dan mengharap agar ia melakukannya dengan sebaik-baiknya. Selain itu Plato juga
mengatakan bahwa akhlak termasuk kategori keindahan.
c. Aristoteles ( 394 – 322 SM),
Dia murid Plato yang membangun suatu
paham yang khas, yang mana pengikutnya diberi nama dengan “Peripatetics” karena
mereka memberikan pelajaran sambil berjalan, atau karena ia mengajar di tempat
berjalan yang teduh. Dia menyelidiki dalam akhlak dan mengarangnya. Dan ia
berpendapat bahwa tujuan terakhir yang dikehendaki manusia mengenai segala
perbuatannya ialah “bahagia”. Akan tetapi pengertiannya tentang bahagia lebih
luas dan lebih tinggi dari pengikut paham utilitarianism dalam zaman baru ini.
Dan menurut pendapatnya jalan mencapai kebahagiaan ialah mempergunakan kekuatan
akal pikiran sebaik-baiknya.
Selain
itu Aristoteles ialah pencipta teori serba tengah tiap-tiap keutamaan
adalah tengah-tengah diantara kedua keburukan, seperti dermawan adalah
tengah-tengah antara boros dan kikir, keberanian adalah tengah-tengah antara
membabi buta dan takut. Setelah Aristoteles dating “Stoics” dan “Epicuric”.
Mereka berbeda penyelidikannya dalam akhlak “Stoics” berpendirian sebagai paham
“Cynics”, dan paham “Stoics” ini diikuti oleh banyak ahli filsafat di Yunani
dan Romawi. Dan pengikutnya yang termasyhur pada permulaan kerajaan Rome ialah
Seneca (6 SM-65 M), dll. Adapun “Epicuric”, maka mereka mendasarkan
pelajarannya menurut pelajaran Cyrenics. Pendiri paham mereka ialah
“Epicuric”.di antara pengikutnya dalam zaman baru ini ialah “Gassendi” seorang
filsafat Perancis (1592-1656).
Pada akhir abad yang ketiga Masehi
tersiarlah kabar Agama Nasrani di Eropa. Agama itu dapat merubah pikiran
manusia dan membawa pokok-pokok akhlak yang tercantum di dalam Taurat. Demikan
juga memberi pelajaran kepada manusia bahwa Tuhan sumber segala akhlak. Tuhan
yang memberi segala patokan yang harus kita pelihara Dalam bentuk perhubungan
kita, dan yang menjelaskan arti baik dan buruk, baik menurut arti yang
sebenarnya ialah kerelaan Tuhan dan melaksanakan perintah-perintah-Nya.
2) Sejarah Akhlak pada Bangsa Romawi (Abad pertengahan)
Kehidupan
masyarakat Eropa di abad pertengahan dikuasai oleh gereja. Pada waktu itu
gereja berusaha memerangi filsafat Yunani serta menentang penyiaran ilmu dan kebudayaan kuno. Gereja
berkeyakinan bahwa kenyataan “hakikat” telah diterima dari wahyu. Apa
yang telah diperintahkan oleh wahyu tentu benar adanya. Oleh kerana itu
tidak ada artinya lagi penggunaan akal dan pikiran untuk kegiatan penelitian.
Mempergunakan filsafat boleh saja asalkan tidak bertentangan dengan doktrin uang
dikeluarkan oleh gereja, atau memiliki perasaan dan menguatkan pendapat gereja.
Diluar ketentuan seperti itu penggunaan filsafat tidak diperkenankan. Namun
demikian sebagai dari kalangan gereja ada yang mempergunakan pemikiran Plato,
Aristoteles
dan Stoics untuk memperkuat ajaran gereja, dan mencocokkannya dengan akal.
Filsafat yang menentang Agama Nashrani dibuang jauh-jauh.
Dengan demikian ajaran
akhlak yang lahir di Eropa pada abad pertengahan itu adalah ajaran akhlak yang
dibangun dari perpaduan antara ajaran Yunani dan ajaran Nashrani. Diantara
merka yang termasyhur ialah Abelard, sorang ahli filsafat Perancis (1079-1142)
dan Thomas Aquinas, seorang ahli filsafat Agama berkebangsaan Italia
(1226-1274).
Corak ajaran akhlak yang sifatnya perpaduan antara
pemikiran filsafat Yunani dan ajaran agama itu, nantinya akan dapat pula
dijumpai dalam ajaran akhlak yang terdapat dalam Islam sebagaimana terlihat
pada pemikiran aklhlak yang dikemukakan kaum Muktazilah.
i.
Sejarah Akhlak Pada Bangsa Arab Sebelum Islam
Bangsa Arab pada Zaman Jahiliyah tidak ada yang menonjol
dalam segi filsafat sebagaimana Bangsa Yunani (Socrates, Plato dan
Aristoteles), Tiongkok dan lain-lainnya. Disebabkan karena penyelidikan akhlak
terjadi hanya pada Bangsa yang sudah maju pengetahuannya. Sekalipun demikian,
Bangsa Arab waktu itu ada yang mempunyai ahli-ahli hikwah yang menghidangkan
syair-syair yang mengandung nilai-nilai akhlak.
Adapun sebagian syair dari kalangan Bangsa Arab
diantaranya: Zuhair ibn Abi Salam yang mengatakan: ”barang siapa
menepati janji, tidak akan tercela; barang siapa yang membawa hatinya
menunjukkan kebaikan yang menentramkan, tidak akan ragu-ragu”. Contoh lainnya,
perkataan Amir ibnu Dharb Al-Adwany ”pikiran itu tidur dan nafsu
bergejolak. Barang siapa yang mengumpulkan suatu antara hak dan batil tidak
akan mungkin terjadi dan yang batil itu lebih utama buatnya. Sesungguhnya
penyelesaian akibat kebodohan”.
Dapat dipahami bahwa bangsa Arab sebelum Islam telah
memiliki kadar pemikiran yang minimal pada bidang akhlak, pengetahuan tentang
berbagai macam keutamaan dan mengerjakannya, walaupun nilai yang tercetus lewat
syair-syairnya belum sebanding dengan kata-kata hikmah yang diucapkan oleh
filosof-filosof Yunani kuno. Dalam syariat-syariat mereka tersebut saja sudah
ada muatan-muatan
akhlak.
Memang sebelum Islam, dikalangan bangsa Arab belum
diketahui adanya para ahli filsafat yang mempunyai aliran-aliran tertentu
seperti yang kita ketahui pada bangsa Yunani, seperti Epicurus, Plato, zinon,
dan Aristoteles, karena penyelidikan secara ilmiah tidak ada, kecuali sesudah
membesarnya perhatian orang terhadap ilmu kenegaraan.
Setelah sinar Islam memancar, maka berubahlah suasana
laksana sinar matahari menghapuskan kegelapan malam, Bangsa Arab kemudian
tampil maju menjadi Bangsa yang unggul di segala bidang, berkat akhlak karimah
yang diajarkan Islam.
Firman
Allah yang mengungkap tentang “Akhlak” yaitu Surat An-Nahl ayat 90:
Artinya:
Sesungguhnya
Allah menyuruh (kamu) Berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat,
dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi
pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.
3)
Akhlak Periode Abad Modern
Pada abad pertengahan ke-15 mulailah
ahli-ahli pengetahuan menghidup suburkan filsafat Yunani kuno. Itali juga
kemudian berkembang di seluruh Eropa. Kehidupan mereka yang semula terikat pada
dogma kristiani, khayal dan mitos mulai digeser dengan memberikan peran yang
lebih besar kepada kemampuan akal pikiran.
Di
antara masalah yang mereka kritik dan dilakukan pembaharuan adalah masalah
akhlak. Akhlak yang mereka bangun didasarkan pada penyelidikan menurut
kenyataan empiric dan tidak mengikuti gambaran-gambaran khayalan, dan hendak
melahirkan kekuatan yang ada pada manusia, dihubungkan dengan praktek hidup di
dunia ini. Pandangan baru ini menghasilkan perubahan dalam menilai
keutamaan-keutamaan kedermawanan umpamanya tidak mempunyai lagi nilai yang
tinggi sebagaimana pada abad-abad pertengahan, dan keadilan social menjadi di
perolehnya pada masa yang lampau. Selanjutnya pandangan akhlak mereka diarahkan
pada perbaikan yang bertujuan agar mereka menjadi anggota masyarakat yang
mandiri. Ahli filsafat Perancis yaitu Desrates (1596-1650 M), termasuk pendiri
filsafat baru dalam Ilmu Pengetahuan dan Filsafat. Ia telah menciptakan
dasar-dasar baru, diantaranya:
·
Tidak
menerima sesuatu yang belum diperiksa oleh akal dan nyata adanya. Dan apa yang
didasarkan kepada sangkaan dan apa yang tumbuhnya dari adat kebiasaan saja, wajib
di tolak.
·
Di
dalam penyelidikan harus kita mulai dari yang sekecil-kecilnya yang
semudah-mudahnya, lalu meningkat kearah yang lebih banyak susunannya dan lebih
dekat pengertiannya, sehingga tercapai tujuan kita.
·
Wajib
bagi kita jangan menetapkan sesuatu hokum akan kebenaran sesuatu soal, sehingga
menyatakannya dengan ujian. Descartes dan pengikut-pengikutnya suka kepada
paham Stoics, dan selalu mempertinggi mutu pelajarannya sedang Gassendi dan
Hobbes dan pengikutnya suka kepada paham Epicurus dan giat menyiarkan aliran
pahamnya.
Kemudian lahir pula Bentham
(1748-1832) dan John Stoart Mill (1806-1873). Keduanya berpindah paham dari
faham Epicurus ke faham Utilitarianim. Setelah keadaannya muncul Green
(1836-1882) dan Hebbert Spencer (1820-19030, keduanya mencocokkan faham
pertumbuhan dan peningkatan atas akhlak sebagaimana yang kita ketahui.
3.
Perkembangan Akhlak Dalam Berbagai Ajaran
Agama
a)
Akhlak
dalam ajaran agama Hindu
Ajaran
Hindu berdasarkan kepada Kitab Veda (1500 SM, disamping mengandung dasar-dasar
ketuhanan, juga mengajarkan prinsip-prinsip etika yang wajib dipegang teguh
oleh pengikut. Etika mereka sandarkan kepada ajaran ketuhanan yang mereka anut
yang termaktub dalam kitab Veda tersebut.
Prinsip
tersebut ialah sifat patuh dan disiplin dalam melaksanakan upacara-upacara
ajarannya sebagaimana mestinya. Manakala seseorang dapat melaksanakan kewajiban
tersebut dengan sempurna, dapatlah di pandang sebagai orang yang mencapai
derajat kemuliaan yang sesungguhnya. Sebaliknya barang siapa melalaikan hal
tersebut, kurang hati-hati atau salah dalam mengerjakan upacara keagamaan, maka
hal itu berarti dosa dan sumber terbitnya kejelekan. Dengan demikian, prinsip
etika Hindu ialah bahwa peraturan ajaran dipandang sebagai sumber segala sumber
segala kemuliaan akhlak manusia.
b)
Akhlak
dalam ajaran Ibrani
Bangsa Ibrani yang popular dengan nama Bani
Israil, mengaku berdasarkan akhlak mereka kepada ajaran Yahudi yang disandarkan
kepada ajaran Nabi Musa dalam kitab Taurat.
Bani
Israil adalah bangsa yang telah memperoleh nikmat keutamaan dan keunggulan
dibandingkan dengan bangsa-bangsa lain. Dari lingkungan mereka banyak di
bangkitkan Rasul dan Nabi, diberikan kitab dan nikmat, kekuasaan, rizki dan
kecerdasan. Tetapi segolongan dari pada bangsa ini tidak tahu menimbang rasa
dan pelupa budi serta tidak syukur atas nikmat Allah. Bahkan dengan kenikmatan
itu mereka menjadi sombong dan angkuh, merubah kitab suci, dan berbuat
kerusuhan di muka bumi.
Sebenarnya mereka telah dibekali dengan
prinsip-prinsip akhlak yang bersumber dari ajaran Allah melalui Rasul-Rasul dan
mereka mengakui dirinya sebagai bangsa yang berakhlak yang berdasarkan ajaran
Allah. Tetapi karena mereka keluar dari garis akhlakul karimah maka Allah
menyiksa mereka dengan penderitaan-penderitaan yang luar biasa, lebih dari yang
dialami oleh bangsa-bangsa lain. Dalam teori mereka mengaku menganut
prinsip-prinsip akhlakul karimah tetapi dalam prakteknya mereka melakukan
akhlakul madzmumah
.
c)
Akhlak dalam ajaran Kong Fu Tse (Konfucius)
Sejak abad ke 5 sebelum Masehi di negeri
Tiongkok berkembang suatu ajaran yang berakar pada Lao Tse yang kemudian
dikembangkan oleh muridnya yang bernama Kong Fu Tse (kongfucius) (1551-478 SM).
Sebagian orang memandang ajaran ini didasarkan filsafat dan sebagian memandang
bercorak agama. Menurut Konfucius, tidak ada alternative lain untuk membangun
akhlak yang rusak selain 3 (tiga) perkara:
·
Pergi
menyendiri beribadat kepada Tuhan seperti yang telah diperbuat oleh Lao Tse.
·
Mengundang
rakyat menghadiri pertemuan-pertemuan terbuka dan disana memberikan
kursus-kursus akhlak.
·
Membawa
diri-sendiri, baik pemerintah maupun cendekiawan, para pembesar dan diplomat,
melaksanakan akhlak yang setinggi-tingginya dalam kehidupan sehari-hari
Demikianlah konfucius dengan
segala kesanggupannya yang berusaha menarik perhatian ummat ke jurusan
undang-undang umumnya.
d)
Akhlak
dalam ajaran agama Nasrani (Masehi)
Pada akhir abad ke 3 Masehi tersiarlah agama
Nasrani di Eropa. Agama ini telah berhasil mempengaruhi pemikiran manusia dan
membawa pokok-pokok ajaran akhlak yang terdapat dalam kitab taurat dan injil.
Menurut agama ini, bahwa Tuhan adalah sumber akhlak. Tuhanlah yang menentukan
dan membentuk patokan-patokan akhlak yang harus di pelihara dan di laksanakan
dalam kehidupan social kemasyarakatan. Selain itu agama Nasrani menghendaki
agar manusia berusaha sungguh-sungguh mensucikan roh yang terdapat pada dirinya
dari perbuatan dosa, baik dalam bentuk pemikiran maupun perbuatan. Dengan
demikian agama ini menjadikan roh sebagai kekuasaan terhadap diri manusia,
yaitu suatu kekuasaan yang dapat mengalahkan nafsu syahwat. Akibt dari paham
akhlak yang demikian itu, kebanyakan para pengikut pertama dari agama ini suka
menyiksa dirinya, menjauhi dunia fana beribadah, Zuhud, dan hidup menyendiri.
e)
Akhlak dalam ajaran agama Islam.
Ajaran akhlak menurut bentuknya yang sempurn
pada agama Islam dengan titik pangkalnya pada Tuhan dan akal manusia. Agama
Islam pada intinya mengajak manusia agar percaya kepada Tuhan dan mengikutinya
bahwa Dia-lah Pencipta, Pelindung, Pengasih, Pemberi Rahmat, dan Penyayang
terhadap segala makhluk-Nya. Selain itu, agama Islam juga mengandung jalan
hidup manusia yang paling sempurna dan memuat ajaran yang menuntut umat kepada
kebahagiaan dan kesejahteraan. Dan semua itu terkandung dalam ajaran Al-Qur’an
yang diturunkan Allah dan ajaran sunnah yang di datangkan dari Nabi Muhammad
SAW.
Al-Qur’an
adalah sumber utama dan mata air yang memancarkan agama islam. hukum-hukum Islam
yang mengandung serangkaian pengetahuan tentang akidah, pokok-pokok akhlak dan
perbuatan yang dapat di jumpai sumber yang aslinya di dalam Al-Qur’an
BAB III
KESIMPULAN
Sejarah
pertumbuhan ilmu akhlak merupakan peristiwa perkembangan pengetahuna tentang
tingkah laku seseorang melalui beberapa macam metode yang tersusun secara sistematis.
Akhlak di luar islam berarti ilmu akhlak yang tidak berdasarkan Alquran dan
hadis, yang disampaikan dari nabi kepada umatnya.
Akhlak sebelum islam adalah akhlak pada zaman
jahiliah. Akhlak pada zaman ini manusia belum mengenal sang pencipta. Mereka
hanya tahu menyembah bintang, patung dan hal-hal yang dianggap sakti. Mereka
belum mempercai adanya Allah, mereka jadikan semuanya itu sebagai tempat untuk
menyebah dan memohon segala pertolongan. Akhlak dari zaman ke zaman merupakan
akhlak dari waktu ke waktu, keadaan akhlak dari zaman ke zaman, jahiliyah
hingga sekarang, mereka masih percaya dengan ramalan, perdukunan, dan taklid.
Semakin
hebatnya terknologi di zaman modern ini semakin banyak pula akhlak mereka yang
berbeda-beda. Teknologi yang baik akan mengarah pada akhlak yang baik, namun
sebaliknya teknologi yang diciptakan untuk melakukan kejahatan banyak, maka
akhlak buruk juga akan semakin meningkat. Salah satu factor menurunya akhlak
orang-oranag pada saat ini adalah karena dia hanya mementingkan kebahagiana
dunia tanpa diimbangi dengan kebahagian kelak di akhirat.
No comments:
Post a Comment
Silahkan berikan komentar atas tulisan yang sudah anda baca.
Semoga memberikan manfaat dan mendapat ilmu dari tulisan yang telah anda baca. Dan semoga memberikan inspirasi tenhadap semua. Aamiin
Terimakasih telah mengunjungi blog saya
Salam sahabat dari saya :)
dwi lestari